MAKALAH
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
ETIKA MAHASISWA ISLAMI
DOSEN PENGAMPU:
_____________________
KELOMPOK :
_________________________
JURUSAN __________________
FAKULTAS __________________
UNIVERSITAS
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis berhasil menyelesaikan makalah ini, yang berjudul “Etika Mahasiswa Islami”.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat, bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Padang, November 2021
Ketua Kelompok
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN 4
Latar Belakang 4
Rumusan Masalah 5
Tujuan Penulisan 5
BAB II KAJIAN TEORI 6
Pengertian Etika Dalam Islam 6
Etika Menuntut Ilmu 7
Etika Makan Dan Minum 12
Etika Dalam Berpakain 16
Etika Dalam Pergaulan 18
BAB III PENUTUP 22
Kesimpulan 22
Saran 22
DAFTAR PUSTAKA 23
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Mahasiswa merupakan sosok generasi muda yang memiliki tanggung jawab terhadap masa depan bangsanya. Label agent of change yang seringkali disematkan kepada mahasiswa menunjukkan pada harapan yang besar untuk membawa bangsa ke arah yang lebih baik. Untuk mewujudkan hal itu, mahasiswa didik melalui sekolah-sekolah tinggi dan universitas untuk diasah intelektualitasnya serta dibekali dengan skill yang memadai. Diantara tujuannya adalah agar generasi mendatang mampu bersaing dengan bangsa lain dalam konteks globalisasi yaitu suatu keadaan dimana tatanan kehidupan masyarakat mendunia tanpa batas waktu dan tempat.
Menurut Susantoro dalam Ramadhan (2009: 23) mahasiswa merupakan kalangan muda yang berumur antara 19 sampai 28 tahun yang memang dalam usia tersebut mengalami suatu peralihan dari tahap remaja ke tahap dewasa. Mahasiswa dinilai memiliki tingkat intelektualitas yang tinggi, kecerdasan dalam berpikir dan keerencanaan dalam bertindak. Berpikir kritis dan bertindak dengan cepat dan tepat merupakan sifat yang cenderung melekat pada diri setiap mahasiswa, yang merupakan prinsip yang saling melengkapi. Mahasiswa adalah manusia yang tercipta untuk selalu berpikir yang saling melengkapi.
Kemerosotan akhlak ternyata tidak hanya terjadi pada akhlak individu saja, namun akhlak di lingkup sosial masyarakat juga mulai terjadi seperti hilangnya rasa hormat kepada orang tua, keramahan dan rasa peduli kepada lingkungan sosial tempat tinggal mulai pudar menempatkan mahasiswa seakan hidup di Menara Gading yang terpisah dari lingkungan sosialnya. Mahasiswa hidup lebih cenderung individual daripada aktif dalam komunitas-komunitas yang memiliki kegiatan-kegiatan positif seperti organisasi, kepemimpinan dan lain-lain.
Gaya hidup yang mengabaikan nilai-nilai Islam dan budaya ketimuran semacam ini terjadi akibat dha’fu al-Iman (lemahnya iman) generasi muda sehingga mudah terjerumus kepada kemaksiatan dan dosa. Apabila iman generasi muda Muslim mantap, niscaya mereka selalu terikat dengan ketentuan Allah dan tidak berani menyimpang dari jalan-Nya. Faktor penyebab lain yang tidak kalah penting perannya adalah dha’fu al-mutaba’ah (lemahnya kontrol) dan bi’ah sayyiah (lingkungan yang buruk). Mahasiswa ada yang berasal dari luar daerah sehingga tidak lagi berada ditengah-tengah keluarga mereka dan jauh dari pengawasan orang tua. Meskipun sudah cukup dewasa, sebagian diantara mahasiswa ada yang matang secara psikologis dan belum dapat dipercaya sehingga keadaan jauh dari orang tua dimaknai sebagai hidup bebas tanpa pengawasan. Keadaan semakin parah manakala mahasiswa mendapatkan lingkungan tempat tinggal yang tidak kondusif menjaga iman dan cenderung memberi pengaruh buruk.
Fenomena diatas jika dipandang dari sudut pandang pendidikan Islam merupakan bentuk kegagalan yang tidak boleh dibiarkan. Upaya-upaya pencegahan dan perbaikan dilakukan secara massif dan intensif melibatkan semua komponen umat Islam. Pendidikan Islam memiliki tanggung jawab yang lebih dari pendidikan lain karena lebih mengedepankan nilai dan terbentuknya akhlak, sementara prioritas pendidikan lain hanyalah pemenuhan kebutuhan yang bersifat indrawi semata. Disinilah letak hakikat pendidikan Islam sebagai sarana atau furshoh untuk menyiapkan masyarakat muslim yang benar-benar mengerti tentang Islam, membentuk manusia yang ber-akhlakul karimah serta taat dan tunduk kepada Allah semata.
RUMUSAN MASALAH
Apa yang dimaksud dengan etika
Apa saja etika yang dibutuhkan bagi mahasiswa agar menjadi mahasiswa yang islami.
TUJUAN PENULISAN
Untuk mengetahui dan memahai apa saja etika yng dibutuhkan oleh seorang mahasiswa dalam berkehidupan sosial, baik dalam lingkungan akademik maupun pada masyarakat agar menjadi mahasiswa yang madani dan islami.
BAB II
KAJIAN TEORI
PENGERTIAN ETIKA DALAM ISLAM
Secara etimologis, menurut Endang Syaifuddin Anshari, etika berarti perbuatan, dan ada sangkut pautnya dengan kata-kata Khuliq( pencipta) dan Makhluq (yang diciptakan). Akan tetapi, ditemukan juga pengertian etika berasal dari kata jamak dalam bahasa Arab “Akhlaq”. Kata Mufradnya adalah khulqu, yang berarti : sajiyyah: perangai, mur’iiah : budi, thab’in : tabiat, dan adab: adab (kesopanan).
Etika pada umumnya diidentikkan dengan moral (moralitas). Meskipun sama terkait dengan baik-buruk tindakan manusia, etika dan moral memiliki perbedaan pengertian. Secara singkat, jika moral lebih cenderung pada pengertian “nilai baik dan huruk dari setiap perbuatan manusia, etika mempelajari tentang baik dan buruk”. Jadi,bisa dikatakan, etika berfungsi sebagai teori dan perbuatan baik dan buruk( ethics atau ‘ilm al-akhlaq) dan moral (akklaq) adalah praktiknya. Sering pula yang dimaksud dengan etika adalah semua perbuatan yang lahir atas dorongan jiwa berupa perbuatan baik maupun buruk.
Etika adalah salah satu cabang filsafat yang mempelajari tentang tingkah laku manusia, perkataan etika berasal dari bahasa Yunani yaitu Ethos yang berarti adat kebiasaan. Etika adalah sebuah pranata prilaku seseorang atau kelompok orang yang tersusun dari suatu sistem nilai atau norma yang diambil dari gejala-gejala alamiyah sekelompok masyarakat tersebut. Istilah etika diartikan sebagai suatu perbuatan standar ( standard of conduct ) yang memimpin individu, etika adalah suatu studi mengenai perbuatan yang sah dan benar dan moral yang lakukan seseorang.
Aristoteles mendefinisikan etika sebagai suatu kumpulan aturan yang harus dipatuhi oleh manusia. Etika juga memiliki stresing terhadap kajian sistem nilai-nilai yang ada. Oleh karena itu apabila kita kaitkan etika dengan perdagangan dalam Islam, maka akan melahirkan suatu kesimpulan bahwa perdagangan harus mengacu nilai- nilai keislaman yang telah baku dari sumber aslinya yaitu al-Quran dan al- Sunnah. Jika etika diartikan sebagai kumpulan peraturan sebagaimana yang diungkapkan oleh Aristoteles, maka etika perdagangan dalam Islam dapat diartikan sebagai suatu perdagangan yang harus mematuhi kumpulan aturan-aturan yang ada dalam islam.
Pemakaian istilah etika disamakan dengan akhlak, adapun persamaannya terletak pada objeknya, yaitu keduanya sama-sama membahas baik buruknya tingkah laku manusia. Segi perbedaannya etika menentukan baik buruknya manusia dengan tolak ukur akal pikiran. Sedangkan akhlak dengan menetukannya dengan tolak ukur ajaran agama (al-Quran dan al-Sunnah).
Sementara dalam bahasa arab etika dikenal juga sebagai akhlak yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku dan tabiat. Sedangkan secara istilah ada beberapa pengertian tentang etika itu sendiri seperti :
Menurut Hamzah Ya’kub etika adalah ilmu tingkah laku manusia yang berkaitan dengan prinsip-prinsip dan tindakan moral yang betul , atau tepatnya etika adalah ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk.
Menurut Amin etika/akhlak adalah ilmu yang menjelaskan arti yang baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia kepada lainnya. Menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat.
Ajaran etika berpedoman pada kebaikan dari suatu perbuatan yang dapat dilihat dari sumbangasihnya dalam menciptakan kebaikan hidup sesama manusia, baik buruknya perbuatan seseorang dapat dilihat berdasarkan besar kecilnya dia memberikan manfaat kepada orang lain. Dalam menentukan baik atau buruknya perbuatan seseorang, maka yang menjadi tolak ukur adalah akal pikiran. Selain etika ada juga yang dapat menentukan suatu perbuatan baik atau buruk yaitu akhlak. Namun dalam menentukan baik atau buruknya perbuatan yang menjadi tolak ukur dalam akhlak yaitu al-Quran dan al-Sunnah.
ETIKA MENUNTUT ILMU
Menuntut ilmu memang termasuk hal yang sangat mulia. Setiap orang yang menuntut ilmu pun selalu ingin menjadi penuntut ilmu yang baik, walaupun tidak selalu diikuti oleh kesediaan dalam menempuh jalan kesuksesan. Karena setiap penuntut ilmu yang berpengetahuan tidak ingin menjadi atau digolongkan sebagai penuntut ilmu yang berpengetahuan gagal.
Untuk itu, penjelasan beberapa etika yang meraih untuk mencapai kesuksesan dalam menuntut ilmu berdasarkan nash-nash Al-Qur’an, hadists, maupun penjelasan dari beberapa ulama.
Ikhlas
Keikhlasan adalah dasar dan kunci pertama keberhasilan seseorang dalam ikhtiar untuk mewujudkan impian memperoleh ilmu yang bermanfaat. Karena hanya atas dasar keikhlasan maka setiap perbuatan kebaikan yang dilakukan menjadi amal saleh, layak mendapat pahala yang layak dari Allah, Tuhan Semesta Alam. Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah berkata :
“Tidaklah diragukan lagi, bahwa menuntut ilmu adalah sebuah ibadah, bahkan ia merupakan ibadah yang paling mulia lagi utama. Maka oleh karenanya, wajib atas seorang penuntut ilmu harus memenuhi syarat diterimanya ibadah, yaitu ikhlas”.
Allah SWT berfirman dalam Surat al-Bayyinah ayat 5:
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus.
Juga hadits Nabi SAW ;
مَنْ تَعَلَّمَ اْلعِلْـمَ لِيُبَـاهِي بِهِ اْلـعُلَمَاءَ وَيُجَـارِيْ بِهِ السُّفَهَـاءَ وَيَصْرِفُ بِهِ وُجُـوْهُ النَّـاسَ إِلَيْـهِ أَدْخَلَـهُ اللـهُ جَهَنَّـمَ
“Barangsiapa yang mempelajari ilmu untuk membanggakan diri di hadapan para ulama, mempermainkan diri orang-orang bodoh dan dengan itu wajah orang-orang berpaling kepadanya, maka Allah akan memasukkannya ke dalam neraka Jahannam. “ (HR. Ibn Majjah dari sahabat Abu Hurairah
Berdo’a
Dalam Islam, seorang penuntut ilmu disamping didorong untuk berusaha Allah SWT memerintahkan kepada penuntut ilmu untuk berdo’a dengan do’a. Sebagaimana tersebut dalam firman–Nya Surat Thaha ayat 114:
“Dan katakanlah ,”Ya Tuhanku, tambahkanlah ilmu kepadaku.”
Rasulullah juga mengajarkan sebuah do’a khusus bagi para penuntut ilmu. Do’a itu adalah:
اللهُمَّ إنِّـيْ أَسْأَلُكَ عِلْماً نَافِعـاً، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لَايَنْفَـعُ
“Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat dan Aku berlindung kepada Engkau dari (mendapatkan) ilmu yang tidak bermanfaat.” (HR. Al-Nasa’i dari sahabat Jabir bin Abdillah ra)
Dalam hadits yang lain, Rasulullah SAW. mengajarkan do’a yang sedikit berbeda untuk para penuntut ilmu. Do’a itu adalah:
اَللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَ رِزْقًا طَيِّباً وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً
“Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rizki yang baik serta amal yang diterima. (HR. Ibn Majjah dari shahabiyah Ummu Salamah ra).
Bersungguh-Sungguh.
Bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu termasuk dalam kunci kesuksesan dan diniatkan dalam hati untuk mencari keridhaan Allah. Hal ini dijelaskan dalam Surah Al-Ankabut ayat 69:
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik”
Kesungguhan memang sangat diperlukan untuk seorang penuntut ilmu. Tidak patut bagi kita sebagai penuntut ilmu untuk bermalas-malasan. Kita akan mendapatkan ilmu yang bermanfaat-dengan izin Allah-apabila kita bersungguh-sungguh dalam menuntutnya. Sebab jika seorang penuntut ilmu malas maka ia tidak akan mendapatkan ilmu yang dicarinya, sebagaimana pendapat Yahya bin Abi Katsir rahimahullah bahwa ilmu tidak akan diperoleh dengan tubuh yang dimanjakan (santai). Karena itulah dalam ayat di atas Allah menjanjikan kabar gembira dan kemuliaan bagi orang yang bersungguh-sungguh. Syaikh Abu Bakar al-Jazairy menjelaskan: “Di dalam ayat ini terdapat busyra dan janji yang benar lagi mulia, demikian itu karena orang yang bersungguh-sungguh berada di jalan Allah, karena mencari ridha Allah dengan berusaha untuk meninggikan kalimat-Nya.”
Menjauhi Kemaksiatan
Etika lainnya yaitu dengan menjauhi kemaksiatan. Sebab, dengan adanya kemaksiatan, hidup untuk mencari ilmu yang berkah tentunya juga tidak tenang. Hal ini adalah etika yang sangat unik dimiliki oleh agama islam.
Ibn al-Qayyim al-Jauziyah rahimahullah misalnya berkata:
Maksiat memilki pengaruh jelek lagi tercela, dan juga dapat merusak hati dan badan baik di dunia maupun di akhirat. Diantara bahaya dari maksiat antara lain: Terhalangnya mendapatkan ilmu, karena sesungguhnya ilmu itu adalah cahaya yang telah Allah berikan di dalam hati, dan maksiat itu memadamkannya (cahaya itu).
Pengaruh kemaksiatan terhadap terhalangnya ilmu pernah terbukti menimpa Imam Syafi’i. hal ini terlihat dari pengaduan Imam Syafi’i kepada salah seorang gurunya yang bernama Waki’. Kisah ini diceritakan Imam Syafi’i dalam sebuah syair berikut:
شَكَوْتُ إِلَىْ وَكِيْـعٍ سُوْءَ حِفْظِيْ فَأَرْشَـدَ نِيْ إِلَىْ تَـرْكِ اْلمَعَـاصِيْ
وقَالَ: اعْلَمْ بِأَنَّ الْعِلْمَ نُـــــوْرٌ وَفَضْلُ اللهِ لاَ يُؤْتاَهُ عَـاصِ
Aku mengadu kepada guruku bernama Waqi’, tentang jeleknya hafalanku, maka ia memberikan petunjuk kepadaku agar meninggalkan kemaksiatan. Karena sesungguhnya ilmu itu adalah cahaya, dan cahaya Allah itu tidak akan diberikan kepada orang yang berbuat maksiat
Demikian juga nasihat Imam Malik kepada Imam Syafi’i. ia berkata:
إِنِيْ أرى اللهَ قَـدْ جَعَلَ فِيْ قَلْـبِكَ نُوْراً فَلاَ تُطْـفِئْهُ بِظُلْـمَةِ مَعْصِيَةٍ
“Sesungguhnya aku melihat pada hatimu pancaran cahaya, maka jangan engkau redupkan cahaya itu dengan gelapnya kemaksiatan.”
Tidak Malu Dan Tidak Sombong
Etika tidak malu dan tidak sombong akan mendatangkan sendiri kepada para penuntut ilmu untuk mendapatkan ilmu yang berkah kedalam diri. Jika kita mempunyai sifat sombong dan malu, tentu saja menyebabkan seorang penuntut ilmu tidak akan mendapatkan berkahnya ilmu selama masih adanya sifat itu di dalam dirinya.
Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘Anha pernah berkata tentang sifat malu para wanita Anshor:
نِعْمَ النِّسَاءُ نِسَاءُ الأَنْصَارِ لَمْ يَمْنَعْهُنَّ الحَيَاءُ أَنْ يَتَفَقَّهْنَ فِي الدِّينِ
“Sebaik-baik wanita adalah wanita Anshar. Rasa malu tidak menghalangi mereka untuk memperdalam ilmu agama. (HR. Bukhari)
Artinya sekalipun wanita anshar merupakan sekelompok perempuan yang memiliki rasa malu yang tinggi sebagai cerminan keimanan mereka, namun hal itu tidak berlaku dalam menuntut ilmu. Sebab rasa malu dalam menuntut ilmu dapat menyebabkan kekeliruan atau ketidakjelasan. Seseorang yang malu bertanya dalam menuntut ilmu akan menyebabkan ia tidak mendapatkan penjelasan dari hal-hal yang masih samar atau meragukan baginya. Karena itu agar seorang penuntut ilmu mendapatkan penjelasan yang terang dan ilmu yang pasti maka ia harus memberanikan diri bertanya mengenai permasalahan yang belum jelas ataupun belum meyakinkan bagi dirinya.
Sementara mengenai larangan sombong, Allah SWT. jelaskan dalam Surat al-Baqarah ayat 34:
Dan ingatlah ketika kami berfirman kepada para malaikat : Sujudlah kamu kepada Adam, maka sujudlah mereka kecuali Iblis, ia enggan dan takabbur dan adalah ia termasuk golongan orang–orang yang kafir.
Kesombongan dalam menuntut ilmu dilarang sebab ia akan menyebabkan tertolaknya kebenaran. Seorang yang sombong akan cenderung merendahkan manusia lainnya dan menolak kebenaran, sehingga ia akan kesulitan untuk mendapatkan guru dan ilmu. Orang sombong akan merasa dirinya selalu lebih baik dari orang lain sehingga tidak lagi memerlukan tambahan ilmu. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan Rasulullah dalam salah satu sabdanya:
اَلْكِبْرُ بَطَرُ اْلحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
“Sombong itu adalah, menolak kebenaran dan merendahkan manusia.” (HR. Muslim dari sahabat Ibn Mas’ud ra)
Sabar.
Sabar adalah salah satu kunci etika yang baik untuk menuntut ilmu agar berkahnya ilmu datang dengan baik.
Allah Ta’ala berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ(200) سورة آل عمران
“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung”. (QS. Ali Imran: 200)
Mengamalkan dan menyebar ilmu
Dalam ajaran Islam, ada tiga perintah tentang menuntut ilmu. Perintahnya adalah mencari ilmu, mengamalkannya, dan menyebarkannya kepada orang lain. Tiga hal ini pencarian pengetahuan ini tidak dapat dipisahkan dari dirinya sendiri, karena ada hubungan yang erat di antara mereka. Islam menyatakan bahwa menuntut ilmu bagi setiap muslim adalah wajib, dan di sisi lain juga memerintahkan agar ilmu yang diketahui diamalkan dan diberitakan kepada orang lain.
Banyak ayat dan hadits yang menjelaskan keutamaan orang yang mengamalkan ilmu dan menda’wahkannya, dan banyak pula nushûsh yang berbicara tentang ancaman orang yang tidak mau mengamalkan dan menda’wahkan ilmunya. Mengenai keutamaan menda’wahkan ilmu, misalnya dapat disimak dari sabda Nabi SAW. berikut ini:
مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ
“Siapa orang yang menunjukkan kebaikan, maka baginya pahala seperti orang yang melakukkannya”(HR. Tirmidzi dari sahabat Abi Mas’ud ra).
Dalam hadits di atas, Rasulullah memberikan dorongan berupa janji pahala bagi orang yang mengajarkan ilmunya. Pahala itu berupa kebaikan semisal kebaikan yang didapat oleh orang yang diajari ilmu olehnya dari ilmunya itu.
ETIKA MAKAN DAN MINUM
Kita bisa makan dan minum sehari-hari adalah salah satu bentuk rezeki dan kenikmatan dari Allah SWT. Ketika makan dan minum, sebagai mahasiswa Islami kita harus mempunyai sebuah etika dan akhlak yang sesuai dengan ajaran Al-Quran dan hadist-hadist Rasulullah.
Makan dan minum diniatkan untuk bertaqwa dan taat kepada Allah berdasarkan hadits riwayat Abdullah bin Umar bin Al-Khattab RA, Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى ... “
Sesungguhnya setiap perbuatan dilandaskan pada niat, dan setiap orang hanya akan mendapatkan apa yang diniatkan.
Mengonsumsi yang Halal
ا ا النَّاسُ لُوا ا الْأَرْضِ لَالًا ا لَا ا اتِ الَّشَّيْطَانِ لَكُمْ
“Hai manusia, makanlah dari apa yang ada di bumi yang halal dan baik dan janganlah kamu mengikuti jejak setan. Sesungguhnya dia adalah musuh yang nyata bagimu”. (Al-Baqarah, 2: 168).
Menurut Halal MUI, sebagai Muslim wajib untuk mengonsumsi sesuatu yang disembelih atau diolah atas nama Allah SWT. Ada sejumlah surah yang berbunyi tentang aturan makan dan minum. Salah satunya dalam Surah Al-Maidah yang berbunyi:
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah.” (QS. Al-Maa’idah: 3).
Di Antara Etika Makan Adalah Membagi Perutmu Menjadi Tiga Bagian
Yaitu sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minum dan sepertiga untuk bernafas, Rasulullah SAW bersabda:
مَا مَلأَ اَدَمِيٌّ وِعَاءً شَـرا مِنْ بَطْنٍ بِحَسَبِ بْنِ آدَمَ لُقَيْمَاتٌ يُقِمْنَ صَلْبَهُ فَإِنْ
كَانَ لاَ بُدَّ فَاعِلاً فَـثُلُثٌِلطَعَامِهِ وَثُلُثٌِلشَرَابِهِ وَثُلُثٌِلنَفَسِه
“Tidaklah seorang anak Adam mengisi sesuatu yang lebih buruk dari perutnya, cukuplah bagi anak Adam beberapa suap untuk menegakkan tulang punggungnya, dan jika dia harus mengerjakannya maka hendaklah dia membagi sepertiga untuk mkanannya, sepertiga untuk minumannya dan sepertiga untuk nafasnya”.
Ini adalah beberapa tuntunan yang diajarkan oleh Nabi agarumatnya terjaga dari penyakit yang disebabkan oleh makanan dan minuman, keterangan di atas menunjukkan dimakruhkan memperbanyak dan mempersedikit makan sehingga menyebabkan lemahnya badan.
Tidak Dianjurkan Makan Yang Banyak
Sebab Rasulullah SAW bersabda:
اَلْمُؤْمِنُ يَأْكُلُ فِي مَعْيٍّ وَاحِدٍ وَالْكَافِرُ يَأْكُلُ فِي سَبْعَةِ أَمْعَاءٍ
“Orang-orang mu’min makan dengan satu usus dan orang kafir makan dengan tujuh usus”.
Mengucapkan Basmalah dan Doa Sebelum Makan
Dalam etika makan dan minum menurut Islam, membaca basmalah penting untuk diterapkan. Ingatlah bahwa kita diperintahkan untuk selalu menyebut nama Allah SWT sebelum memulai sesuatu, termasuk dalam makan dan minum.
Umar bin Abi Salama berkata:
Saya berada di bawah asuhan Rasulullah (saw), dan ketika tangan saya digunakan untuk berkeliaran di piring dia berkata kepada saya. Nak, sebutkan nama Allah, dan makan dengan tangan kananmu dan makanlah dari apa yang dekat denganmu. Dan begitulah aku makan sejak itu. (Hadits Muslim, 2022).
Tidak hanya dianjurkan untuk mengucapkan basmalah, membaca doa sebelum makan juga termasuk dalam adab makan dan minum. Hal ini sebagai bentuk syukur kita kepada Allah atas berkat-Nya kepada kita. Nabi Muhammad SAW berkata:
Jika ada di antara kalian yang ingin makan, hendaknya ia menyebut Nama Allah di awal, (yaitu, mengucapkan Bismillah). Jika dia lupa melakukannya di awal, dia harus mengucapkan Bismillah awwalahu wa akhirahu (Saya mulai dengan Nama Allah di awal dan akhir). (Tirmidzi dan Abu Dawud).
Duduk Posisi Tawadhu
Sebelum memulai untuk makan, duduklah dalam posisi tawadhu, yakni duduk di atas kedua lutut atau di atas punggung kaki. Allah SWT menyukai seseorang dengan sikap tawadhu dalam melakukan apa pun, termasuk dalam adab makan dan minum. Sebagaimana posisi duduk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam didasari dengan sabda beliau, yakni:
لاَ آكُلُ مُتَّكِئًا إِنَّمَا أَنَا عَبْدٌ آكُلُ كَمَا يَأْكُلُ الْعَبْدُ وَأَجْلِسُ كَمَا يَجْلِسُ الْعَبْدُ
“Aku tidak pernah makan sambil bersandar, aku hanyalah seorang hamba, aku makan sebagaimana layaknya seorang hamba dan aku pun duduk sebagaimana layaknya seorang hamba.” (HR. Al-Bukhari no. 5399).
Makan dengan Tangan Kanan
Rasulullah selalu mengingatkan kita untuk makan dengan tangan kanan. Adapun satu hadits yang berbunyi:
الشيطان ل اله اله
“Janganlah salah seorang dari kalian makan dengan tangan kirinya dan minum dengan (tangan kirinya) itu, karena setan makan dengan tangan kirinya dan minum dengan (tangannya) itu”.
Hindari Memakai Peralatan Makan Emas dan Perak
Sebagai seorang muslim, kita dilarang menggunakan peralatan makan yang terbuat dari perak dan emas. Hal ini telah dijelaskan oleh Nabi SAW bahwa perak dan emas akan digunakan oleh penghuni surga.
Ini tertuang dalam haditsnya yang berbunyi:
Barangsiapa makan dan minum dari bejana emas dan perak, maka dia memasukkan api dari neraka ke dalam perutnya.
لاَ ا الذَّهَبِ الْفِضَّةِ، لاَ لُوْا افِهِمَا، ا لَهُمْ الدُّنْيَا، لَكُمْ ال
ETIKA BERPAKAIAN DALAM ISLAM
Dalam agama Islam, Adab berpakain tidak ditetapkan berdasarkan bentuk atau warna pakaian untuk dipakai, baik itu ubtuk beribada atau di luar beribadah. Dalam agama Islam aturan berpakain mestilah bersih, menutup aurat, sopan dan sesuai dengan akhlak seorang Muslim.
Berikut adalah Adab atau Etika Berpakaian dalam Agama Islam
Menutup Aurat.
Aurat lelaki menurut ahli hukum ialah daripada pusat hingga ke lutut. Aurat wanita pula ialah seluruh anggota badannya, kecuali wajah, tapak tangan dan tapak kakinya
Tidak Menampakan Tubuh.
Pakaian yang jarang sehingga menampakkan aurat tidak memenuhi syarat menutup aurat. Pakaian jarang bukan saja menampak warna kulit, malah boleh merangsang nafsu orang yang melihatnya
Pakaian Tidak Ketat.
Hal ini bertujuan supaya pakaian yang dipakai tidak mengikuti bentuk tubuh.
Tidak Menimbulkan Perasaan Riya.
Rasulullah SAW bersabda bermaksud: "Siapa yang melabuhkan pakaiannya kerana perasaan sombong, Allah SWT tidak akan memandangnya pada hari kiamat." Sesuai dengan hadis diatas mengambarkan bahwa allah sangat membenci perilaku Sombong.
Lelaki dan Wanita berbeda.
Maksudnya pakaian yang khusus untuk lelaki tidak boleh dipakai oleh wanita, begitu juga sebaliknya. Rasulullah SAW mengingatkan hal ini dengan tegas sabdanya yang artinya: "Allah mengutuk wanita yang meniru pakaian dan sikap lelaki, dan lelaki yang meniru pakaian dan sikap perempuan." (Bukhari dan Muslim).
Larangan Memakai Sutera Bagi Laki-laki
Islam mengharamkan kaum lelaki memakai sutera. Rasulullah SAW bersabda bermaksud: "Janganlah kamu memakai sutera, sesungguhnya orang yang memakainya di dunia tidak dapat memakainya di akhirat." (Muttafaq 'alaih).
Memilih warna Sesuai
Contohnya warna-warna lembut termasuk putih kerana ia nampak bersih dan warna ini sangat disenangi dan sering menjadi pilihan Rasulullah SAW. Baginda bersabda bermaksud: "Pakailah pakaian putih kerana ia lebih baik, dan kafankan mayat kamu dengannya (kain putih)." (an-Nasa'ie dan al-Hakim).
Larangan Memakai Emas
Rasulullah s.a.w. bersabda bermaksud: "Haram kaum lelaki memakai sutera dan emas, dan dihalalkan (memakainya) kepada wanita." Etika berpakaian di dalam Islam ialah barang-barang perhiasan emas seperti rantai, cincin dan sebagainya.
Bentuk perhiasan seperti ini umumnya dikaitkan dengan wanita namun pada hari ini ramai antara para lelaki cenderung untuk berhias seperti wanita sehingga ada yang sanggup bersubang dan berantai.
Mulai dari sebelah kanan.
Rasulullah SAW bersabda bermaksud: "Apabila seseorang memakai sendal, mulakan dengan sebelah kanan, dan apabila menanggalkannya, mulai dengan sebelah kiri supaya yang kanan menjadi yang pertama memakai sendal dan yang terakhir menanggalkannya." (Riwayat Muslim).Sesuai dengan hadis di atas kita dianjurkan untuk memakai pakaian dari bagian kanan terlebih dahulu.
Berdo’a
Ketika menanggalkan pakaian, lafaz- kanlah: "Pujian kepada Allah yang mengurniakan pakaian ini untuk menutupi auratku dan dapat mengindahkan diri dalam kehidupanku, dengan nama Allah yang tiada Tuhan melainkan Dia.
Sebagai seorang Islam, sewajarnya seseorang itu memakai pakaian yang sesuai menurut tuntutan agamanya.Karena sesungguhnya pakaian yang sopan dan menutup aurat adalah cermin seorang Muslim yang sebenarnya.
ETIKA PERGAULAN DALAM ISLAM
Pengertian Pergaulan.
Pergaulan merupakan proses interaksi yang dilakukan oleh individu dengan individu, dapat juga oleh individu dengan kelompok. Seperti yang dikemukakan oleh Aristoteles bahwa manusia sebagai makhluk sosial (zoon-politicon), yang artinya manusia sebagai makhluk sosial yang tak lepas dari kebersamaan dengan manusia lain. Pergaulan mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan kepribadian seorang individu. Pergaulan yang ia lakukan itu akan mencerminkan kepribadiannya, baik pergaulan yang positif maupun pergaulan yang negatif. Pergaulan yang positif itu dapat berupa kerjasama antar individu atau kelompok guna melakukan hal – hal yang positif. Sedangkan pergaulan yang negatif itu lebih mengarah ke pergaulan bebas, hal itulah yang harus dihindari, terutama bagi remaja yang masih mencari jati dirinya. Dalam usia remaja ini biasanya seorang sangat labil, mudah terpengaruh terhadap bujukan dan bahkan dia ingin mencoba sesuatu yang baru yang mungkin dia belum tahu apakah itu baik atau tidak.
Oleh karenanya, adalah suatu hal yang sangat penting mengetahui dan memahami pergaulan-pergaulan dalam islam. Bagi sebagian orang yang tidak terbiasa dengan tata cara pergaulan dalam islam, mereka akan merasa canggung atau barangkali malah merasa tertekan karena pergaulan dalam islam itu terlihat begitu kaku dan tidak seperti pergaulan yang umum ditemui di masyarakat.Islam adalah agama yang syamil (menyeluruh) dan mutakamil (sempurna).
Etika Bergaul dalam Islam
Menjaga Pandangan.
Menutup aurat secara sempurna.
Bagi wanita diperintahkan untuk tidak berlembut-lembut suara di hadapan laki-laki bukan mahram.
Dilarang Bagi Wanita bepergian sendirian tanpa mahramnya sejauh perjalanan satu hari.
Dilarang “berkhalwat”(berdua-duaan antara pria dan wanita di tempat yang sepi).
Laki-laki dilarang berhias menyerupai perempuan juga sebaliknya.
Islam menganjurkan menikah dalam usia muda bagi yang mampu dan shaum bagi yang tidak mampu
Tata Cara Bergaul dalam Islam
Pergaulan dengan sebaya
Teman sebaya atau karib adalah orang-orang atau teman yang usianya tidak terpaut jauh dengan kita baik sama maupun lebih muda. Adapun dalam bergaul dengan teman sebaya kita harus senantiasa berbuat baik dan mengutamakan akhlak yang mulia (baca cara meningkatkan akhlak terpuji). Halhal yang perlu diperhatika dalam pergaulan dengan teman sebaya antara lain:
Mengucapkan salam setiap bertemu dengan teman sebaya dan sesama muslim. Jika perlu kita bisa berjabat tangan tentunya jika orang tersebut berjenis kelamin sama ataupun mahram kita.
Saling mengerti serta memahami kebaikan dan kekurangan masing-masing dan menghindari segala macam jenis perselisihan .
Mengasihi dan memberi perhatian satu sama lain terutama jika ada teman yang sedang kesusahan atau ditimpa suatu masalah, kita sebagai teman wajib mendukung dan bila perlu memberi pertolongan.
Senantiasa menjaga teman dari pengaruh buruk atau gangguan orang lain.
Memberikan nasihat kebaikan satu sama lain.
Mendamaikan teman jika ada yang berselisih.
Mendoakan teman agar mereka senantiasa berada dalam kebaikan.
Menjenguknya jika ia sakit, datang jika diberi undangan serta mengantarkannya ke makam jika ia meninggal.
Pergaulan dengan orang yang lebih tua
Adapun islam senantiasa mengajarkan kita untuk berbuat baik kepada orang tua dan orang yang lebih tua dari kita, menghormati dan menghargainya. Beberapa hal yang dapat diperhatikan dalam bergaul dengan orang yang lebih tua adalah:
Menghormati mereka dengan sepenuh hati dan senantiasa mengikuti nasihat mereka dalam kebaikan.
Mencontoh tingkah laku mereka yang baik dan menjadikannya pelajaran.
Memberi salam setiap kali bertemu dan senantiasa bertutur kata dengan lemah lembut dan menjaga sopan santun.
Tidak berkata kasar pada mereka dan menjaga perasaannya walaupun ia berkata tidak baik, janganlah kita membalasnya dengan perkataan yang tidak baik juga untuk menghidari konflik terutama konflik dalam keluarga.
Senantiasa mendoakan terutama jika mereka adalah orangtua atau saudara kita.
Pergaulan dengan lawan jenis
Hal yang perlu diperhatikan dan tak kalah penting dalam pergaulan islam adalah tata cara bergaul dengan lawan jenis. Islam sendiri mengatur pola hubungan antara pria dan wanita serta memisahkan keduanya sesuai dengan syariat yang berlaku. Adapun hal-hal yang perlu kita ketahui dan pegang dengan teguh mencakup hal-hal berikut ini:
Menghindari berkhalwat atau berdua-duaan seperti halnya dalam pacaran apalagi jika sampai memiliki hubungan pacaran beda agama. Dikhawatirkan jika berkhalwat tersebut dapat menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan seperti zina dan lain sebagainya.
“Jauhilah berkhalwat dengan perempuan. Demi (Allah) yang diriku berada dalam genggaman-Nya, tidaklah berkhalwat seorang laki-laki dengan seorang perempuan kecuali syetan akan masuk di antara keduanya.” (HR. al- Thabarani).
Tidak memandang lawan jenis dengan syahwat atau pandangan nafsu. Hindari memandang lawan jenis kecuali jika benar-benar diperlukan.
Hindari berjabat tangan dengan lawan jenis kecuali mahram.
Menutup aurat jika bertemu dengan lawan jenis.
Hendaknya menghindari perbuatan yang menjurus pada zina seperti bersentuhan, berpelukan, berpegangan tangan, berciuman apalagi sampai melakukan zina dan mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan seperti hamil diluar nikah (baca hukum hamil diluar nikah dan hukum menikah saat hamil).
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Etika bergaul yang baik menurut islam yaitu menyangkut laranganlarangan yang harus dijaga oleh manusia sesuai dengan apa yang telah di ungkapkan oleh telah ajaran islam.Yaitu bedasarkan Al-Qur’an dan hadist.
Tata cara bergaul yang baik menurut ajaran islam yaitu dimana kita dapat menyesuaikan diri dengan orang yang kita hadapi yang sesuai dengan kaidah – kaidah agama yang telah ada.Sehingga kiata dapat mengetahui batasan – batasan terhadap dalam pergaulan sesuai tingkatan usia.
Dari penjelasan – penjelasan yang sudah kami simpulkan di atas kita dapat mengetahui bahwa akibat pergaulan bebas dapat merusak diri – sendiri dan menghancurkan masa depan kita. Dengan akibat pergaulan bebas dapat menjerumuskan kita pada tindakan – tindakan negatif lainnya. Di samping itu, dengan akibat pergaulan bebas berarti telah mendaftarkan diri kita pada pergaulan yang merusak moral.
SARAN
Agar kita harus senantiasa membaca dan mempelajari Al-Q ur’an dan hadist tentang etika pergaulan yang baik.Sehingga kita dapat mengetahui dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Kita harus memiliki suatu batasan – batasan tentang hidup khususnya dalam pergaulan.Supaya kita dapat bergaul sesuai dengan apa yang diajarkan oleh agama.Agar mengetahui informasi tentang akibat pergaulan bebas sedini mungkin agar kita tidak terjerumus pada pergaulan bebas yang dapat merusak moral kita sebagai umat muslim.Hendaklah kita selalu menjaga diri kita dari ligkungan yang tidak benar, karena sudah dijelaskan bahwa pergaulan itu dapat merusak moral kita.