Type Here to Get Search Results !

Hari Pahlawan sebagai Momentum Semangat Generasi Muda dalam Mengingat Sejarah

Hari Pahlawan sebagai Momentum Semangat Generasi Muda dalam Mengingat Sejarah

Penulis: Ahsanuz Zikri (Mahasiswa Administrasi Publik FISIP Universitas Andalas) 

 

Hari Pahlawan ditetapkan pemerintah dengan menjadikannya hari nasional kenegaraan yang diperingati setiap tanggal 10 November. Penetapan ini berasal dari peristiwa 10 November 1945 di Surabaya, yakni peperangan antara pasukan Inggris yang dipimpin oleh Brigadir A.W.S. Mallaby dan diboncengi oleh Belanda NICA dan AFNEI melawan masyarakat atau arek-arek Surabaya. Tokoh pejuang yang menjadi ikon peristiwa Surabaya itu adalah Bung Tomo yang terkenal dengan pidatonya yang berapi-api serta pekikan takbir Allahu Akbar dan Merdeka.

Pahlawan dapat didefinisikan sebagai orang yang telah berjuang untuk masyarakat secara luas di wilayahnya dengan mengorbankan jiwa dan raga demi bangsa dan negara. Proklamator Bung Hatta punya definisi beliau sendiri tentang pahlawan. Menurut beliau, “Pahlawan yang setia ini berkorban, bukan buat dikenal namanya, tetapi semata-mata membela cita-citanya.” Dengan kata lain, pahlawan dikenal akan kesetiaannya dalam memegang teguh prinsip dan idealisme yang ia percayai.

Banyak sekali nilai-nilai teladan yang bisa kita ambil sebagai pelajaran dari para pahlawan di negeri Indonesia ini. Daerah kita Sumatera Barat tidak kekurangan pahlawan. Terakhir pada 2021, Pemerintah Republik Indonesia menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Usmar Ismail yang juga dikenal sebagai Bapak Perfilman Indonesia. Usmar Ismail dilahirkan di Bukittinggi, Sumatera Barat. Selain dari sejumlah Pahlawan Nasional yang ditetapkan pemerintah, sebenarnya masih banyak lagi pahlawan yang pernah berjuang di Sumatra Barat ini baik yang tercatat maupun yang tidak tercatat oleh tinta sejarah.

Romantika kejayaan Sumatra Barat atau khususnya orang Minangkabau di masa lalu tidak serta merta membuat kita menjadi bersifat chauvinisme atau menganggap rendah bangsa-bangsa lain. Kita juga tidak perlu berkecil hati ketika ada anggapan populer bahwa zaman kini orang Minang yang sukses di kancah nasional tidak sebanyak dulu lagi. Yang mesti kita pelajari adalah bagaimana sejarah orang-orang pendahulu kita bisa mencapai kejayaan dalam mengabdikan diri kepada bangsa dan negara.

Penulis merasakan ketika di bangku sekolah beberapa tahun lalu bahwa banyak di antara teman-teman sebaya penulis yang tidak menyukai pelajaran sejarah. Sejarah dianggap sebagai pelajaran kuno, tidak menarik, memusingkan, banyak hafalan, dan tidak penting untuk dipelajari. Namun, Proklamator Bung Karno pernah berkata bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya. Adanya kemerosotan bangsa dan negara dalam banyak bidang saat ini bisa jadi disebabkan oleh rendahnya antusias dan semangat generasi bangsa dalam mempelajari akar sejarah jati diri bangsa dan negara mereka.

Para pendahulu bangsa kita khususnya orang Minangkabau dikenal karena keteguhan dalam memegang ajaran adat dan agama Islam. Kehidupan orang Minang zaman saisuak (dahulu) selalu dituntun oleh petuah adat dan aturan Islam. Sebagai contoh dapat kita ambil seorang tokoh yaitu Buya Hamka. Buya Hamka di masa mudanya sangat gemar mengikuti upacara dan pertemuan adat di kampung halamannya Maninjau dan Padang Panjang. Latar belakang keluarga ayah beliau yang memiliki pendidikan agama dan keluarga ibu beliau yang memiliki pengetahuan adat menimbulkan ketertarikan beliau dalam belajar adat Minangkabau dan agama Islam. Sehingga dari banyak pengalaman mengasah dan menempa diri dengan nilai-nilai adat dan agama, Buya Hamka dapat sukses dan berhasil menjadi pendakwah nasional yang dibanggakan oleh masyarakat Sumatra Barat hingga ke negeri jiran, Malaysia. Walaupun pernah dihukum penjara oleh Presiden Soekarno, beliau tetap dengan berbesar hati memaafkan Bung Karno dan bersedia menunaikan wasiat untuk menjadi imam salat jenazah setelah Soekarno wafat.

Kita tidak perlu tahu banyak secara detail tentang sejarah karena banyak sekali jenis dan macam sejarah, tetapi kita wajib paham tentang garis-garis besar peristiwa sejarah dan teladan yang bisa kita ambil untuk dijadikan pedoman di hari esok. Hemat penulis sendiri ada tiga macam sejarah yang patut kita ketahui dan pelajari, yakni sejarah agama Islam, sejarah Minangkabau/Sumatera Barat, sejarah nasional, dan sejarah dunia. Sejarah agama berfungsi untuk menguatkan iman dan takwa, sejarah Minangkabau/Sumatera Barat berfungsi untuk mengetahui kearifan lokal daerah asal nenek moyang kita, sejarah nasional berfungsi untuk menguatkan rasa nasionalisme dan cinta tanah air, dan sejarah dunia berfungsi untuk meningkatkan martabat bangsa Indonesia dan perdamaian dunia.

Selama ini, yang penulis rasakan adalah bahwa mata pelajaran kebangsaan seperti Ilmu Pengetahuan Sosial dan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN) di bangku SD dan SMP serta dilanjutkan dengan mata pelajaran Sejarah Indonesia dan PPKN di bangku SMA baru sebatas pengetahuan dan hafalan belaka. Tampaknya pelajaran-pelajaran kurikulum sekolah itu belum dapat dihayati dan diamalkan dalam tingkah laku dan keseharian generasi muda. Mungkin ada kekurangan dalam konsep materi pelajaran kurikulum, cara guru dalam mengajarkannya, atau penerimaan yang kurang dari para murid. Jika bangsa Indonesia ingin menjadi bangsa yang maju dan sejajar dengan bangsa-bangsa lainnya di dunia, sudah sepatutnyalah semua orang memiliki kesadaran untuk mengingat dan mengambil pelajaran dari sejarah para pendahulunya. Demikianlah yang dikatakan Bung Karno dalam pidato beliau pada 17 Agustus 1966, “Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah!”

Ketika penerapan perdana kurikulum 2013 oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di sekolah pilot project, penulis baru saja duduk di bangku kelas 1 SMP. Penulis agak terkejut ketika menyadari kenapa tidak ada mata pelajaran muatan lokal Budaya Alam Minangkabau  (BAM) seperti di kurikulum 2006 terdahulu yang penulis pelajari sejak kelas 3 SD. Penulis merasa bahwa pelajaran BAM yang dipelajari ketika SD memberikan semangat bagi penulis untuk mengetahui dan mengamalkan nilai-nilai kebaikan dalam adat Minangkabau. Penulis berasumsi bahwa ketika kurikulum adat saja masih eksis diajarkan di sekolah, masih banyak rasanya ditemukan generasi muda yang tidak beradat dan tidak bermoral. Maka, apa jadinya jika mata pelajaran tersebut dihapuskan? Tentu saja wajar jika akan lebih banyak generasi muda yang tidak mengetahui nilai-nilai luhur yang ditanamkan oleh nenek moyang Minangkabau sehingga terjadi kemerosotan moral dan akhlak. Semoga refleksi Hari Pahlawan 2022 ini dapat menyegarkan ingatan dan inspirasi kita untuk bersemangat meneladani nilai-nilai mulia yang telah diwariskan oleh para pendahulu kita demi kejayaan bangsa Indonesia yang kita cintai ini.